Wednesday, September 10, 2008

Razia di Bulan Puasa

Di Indonesia, banyak hal aneh dan kadang tak masuk akal bisa terjadi setiap saat, walo bagi pelakunya hal itu tidaklah aneh. Saya tidak hendak menulis mengapa hal tersebut aneh dan tak masuk akal, lebih mengapa orang sampai berbuat hal tersebut. Cuma sebagai anggota masyarakat kebanyakan, saya merasa kurang sreg dengan apa yang terjadi selama ini. Bukan berarti bahwa di negara lain tidak pernah terjadi hal-hal aneh, keanehan adalah manusiawi tampaknya. Saat ini adalah bulan puasa. Anda tahu fenomena apa yang muncul di bulan puasa ini? Ya, razia atas nama agama dan moral terjadi di mana-mana. Saya tidak hendak membela mereka yang masih menggunakan jasa PSK di siang bolong (bulan puasa pula) atau saya tidak hendak memihak mereka yang menkonsumsi minuman beralkohol di banyak tempat hiburan malam ketika umat Islam ke Masjid menjalankan sholat sunnah tarawih, saya hanya ingin membagi pendapat saya tentang the-so-called razia tersebut.

Sebenarnya, apakah tujuan razia-razia tersebut (razia minuman keras, pelacuran, perjudian bahkan saya dengar penjualan makanan di siang hari)? Saya kira tujuannya mulia, yaitu ingin agar kesucian bulan yang penuh rahmat ini tidak dinodai oleh hal-hal duniawi yang dapat dianggap sebagai maksiat. Akan tetapi saya malah mendapati di banyak media bahwa guna menjaga kesucian bulan Ramadhan ini, banyak orang malah menodainya dengan perbuatan anarkis. Maksud saya, cara para perazia tersebut menutup tempat-tempat pelacuran, perjudian serta hiburan malam tersebut yang malah bisa membuat masyarakat luas berbalik memihak ke pengelola tempat-tempat yang dianggap perazia sebagai terkutuk tersebut.

Coba saja Anda bayangkan, apabila Anda salah dan ada seseorang mengatakan kepada Anda bahwa Anda salah dengan membawa golok, pentungan dan berkata kasar kepada Anda, apa reaksi Anda pada saat itu? Anda takut, kesal, geram atau mungkin Anda malah balik menyerang. Pertama-tama mungkin Anda akan menyerah kalah, atau tampak seperti menyerah kalah, tetapi diam-diam Anda menyiapkan serangan balik dengan segenap argumentasi dan bukti-bukti pengrusakan yang Anda terima. Bagaimanapun, secara hukum merusak properti milik orang lain kan salah, masalah bagaimana sistem memproses kesalahan tersebut di jalur hukum adalah hal lain. Coba bandingkan jika orang yang menganggap Anda salah tersebut datang baik-baik kepada Anda dan mengajak berdiskusi bagaimana sebaiknya Anda menjalankan bisnis hiburan malam atau apalah namanya itu di bulan puasa, memberikan saran dan pendapatnya, tentu walaupun mungkin merasa kesal Anda akan berusaha untuk mendengarkannya. Keinginan untuk mendengar itu sudah menjadi sebuah awal yang baik untuk berubah, karena sebagian besar orang ingin didengar tetapi enggan mendengar. Tujuan sama, tetapi cara berbeda seringkali memberikan hasil yang jauh berbeda.

Kemudian, ketika seorang teman mengatakan pada saya bahwa ada razia rumah makan yang dibuka di siang hari puasa di salah satu propinsi di Indonesia timur, reaksi saya pertama-tama justru marah, mengapa warung harus tutup di bulan puasa? Maksud saya walaupun ini bulan puasa tidak semua orang berpuasa, baik itu Muslim maupun non-Muslim, dengan berbagai variasi alasannya. Dan tidak semua pemilik warung makan orang Islam kan? Tambahan, orang yang tidak berpuasa kan perlu makan, jadi apa salahnya tetap berusaha di siang hari bulan puasa selama itu bukan tindakan kriminal. Apa perazia akan menanggung biaya hidup pemilik warung ini kalau dilarang berjualan di siang hari selama bulan puasa, padahal dia tidak buka di malam hari? Kenapa orang memaksa orang lain untuk menghormati keyakinannya tetapi tidak mau menghormati keyakinan orang lain. Saya heran memangnya kalau warung buka di siang hari puasa, itu akan membatalkan puasa semua orang ya. Mengapa ini tidak dianggap sebagai ujian atas “ke-puasa-an” orang-orang yang ingin menutup warung tersebut. Jikalau Anda bisa melalui ujian tersebut maka bolehlah Anda dipuji-puji sebagai umat Tuhan yang berbakti. Berpuasa bukan bagaimana Anda mengeliminasi tantangan, tetapi lebih kepada bagaimana Anda menghadapi tantangan tersebut.

Kemudian mengenai razia-razia di tempat-tempat hiburan malam, jika Anda dapat menghentikan aktivitas mereka bulan ini dengan alasan puasa (atau saya lebih suka menyebutnya sebagai membawa-bawa nama Tuhan), apa alasan yang akan digunakan untuk melakukan hal yang sama di bulan-bulan lainnya? Jika bulan ini semua orang (terlihat) alim kemudian bulan berikutnya tiba-tiba orang-orang mabuk di jalan-jalan dan tidur di pelukan PSK, Anda sebut apa hal itu? Setahu saya setelah puasa adalah bulan Syawal, jika tidak salah itu adalah bulan peningkatan. Ibadah Anda tidak akan berhenti setelah bulan puasa berakhir kan. Setelah bulan puasa Anda dihadapkan pada tantangan bagaimana mempertahankan apa yang Anda lakukan selama puasa bukan? Tetapi kalau setelah bulan puasa semua yang Anda sebut berbau maksiat giat lagi kan tidak ada gunanya razia-razia penuh kekerasan tersebut. Toh, yang merazia bukan orang yang terbebas dari nafsu duniawi. Saya sering berpikir bahwa mereka itu adalah kepada sekelompok orang yang egois yang hanya peduli pada kepentingan pribadi dan golongannya sendiri dan untuk mencapainya mengorbankan kepentingan orang lain. Ini seperti mereka menari-nari di atas kepedihan orang lain.

Kemudian mengenai nama Tuhan (agama) dipakai sebagai alasan untuk melakukan razia tersebut, saya pikir tidak pada tempatnya. Tuhan itu tidak perlu diagung-agungkan juga sudah agung, tidak perlu Tuhan Anda bela dengan pentungan dan kekerasan karena Tuhan itu tidak menyukai kekerasan. Tuhan tidak memerlukan bantuan Anda, tetapi sebaliknya. Kalau mau jujur, apakah orang-orang yang melakukan razia dengan dalil agama tersebut benar-benar dilandasi hati nurani untuk berbuat kebajikan bagi ummat? Jikalau ya, kenapa tindakannya menjadi kriminal begitu. Jika ya, kenapa justru apa yang mereka lakukan tersebut seperti mencoreng nama agama yang mereka bela-bela itu. Karena tindakan anarkis tersebut tidak heran orang men-cap Islam sebagai agama penyuka kekerasan. Kita boleh berkelit dengan berbagai bukti dari Al-Quran maupun Hadist. Tetapi agama, saat ini, bukan hanya melulu tentang kitab, tetapi juga tentang pengikutnya. Apa yang dilakukan sebagian umat suatu agama, itulah yang orang pikir sebagai agama itu sendiri. Jadi sekali lagi, teks boleh bilang Islam berhati lembut, tetapi ternyata kenyataan lapangan berbalik 180⁰, jadi apa mau dikata?

Kemarin saya membaca email yang judulnya lebih kurang “istri tetangga”. Semula saya pikir bahwa email itu akan mengingatkan pembaca untuk tidak mengganggu istri orang lain. Ternyata saya mengartikannya secara literal, ternyata maksudnya lain sama sekali. Ini tentang seorang mahasiswa yang pada masa kuliahnya pernah berdiskusi dengan tokoh Emha Ainun Najib. Dalam ceritanya (kurang lebih seingat saya), si mahasiswa yang anak kos ini ditanya apa dia memiliki tetangga, apa tetangganya punya istri, apa dia pernah melihat kaki istri tetangganya? Sampai pada pertanyaan terakhir di mahasiswa bertanya kenapa ditanya seperti itu? Intinya adalah bahwa istri tetangganya itu bukan urusan si anak kos ini, apa dia cantik atau jelek, dia adalah urusan suaminya. Begitupun keyakinan, urusi keyakinan Anda sendiri, keyakinan orang lain biar dia yang mengurusnya. Demikian kurang lebihnya.

Sekali lagi, terkait dengan razia-razia di atas bukan berarti saya setuju dengan pelacuran, tetapi saya termasuk orang yang percaya bahwa jika Anda ingin dihormati maka Anda harus dapat menunjukkan bahwa Anda layak untuk itu. Jika ada yang salah di lingkungan Anda, pentungan dan kekerasan bukan jalannya. Karena kedua hal itu hanya akan menambah permasalahan saja. Yang penting bukan menghilangkan permasalahan tersebut untuk sementara tapi bagaimana menyelesaikannya untuk jangka panjang. Terkesan klise? Memang demikian idealnya kan? Bagaimana orang akan menunjukkan toleransi terhadap keyakinan Anda jika Anda tidak mau melakukan hal yang sama kepada orang dengan keyakinan berbeda? Jadi kenapa harus membawa-bawa pentungan untuk merazia tempat-tempat yang dianggap tidak sepantasnya ada di bulan puasa ini, di bulan ini kita mencoba bertobat bukan malah membuat kesalahan baru.

No comments: