Friday, April 24, 2009

Selamat Hari Bumi ...

22 April 2009

Hari itu terlewatkan begitu saja, setidaknya di lingkungan tempat saya bekerja dan tinggal. Sama seperti satu hari sebelumnya, tanggal 21 April, Hari Kartini. Tetapi mungkin di hari yang sama di belahan bumi lain, hari itu adalah hari yang sakral. Saya yakin banyak pihak yang telah mempersiapkan banyak acara untuk memperingati maupun menyambut hari tersebut. Lihat saja di beberapa koran besar pasti ada iklan untuk menyambut koran ini, ada juga mungkin artikel yang ditulis oleh organisasi lingkungan untuk menyambut hari ini. Mungkin Kementerian Lingkungan HIdup juga memiliki cara sendiri untuk memperingati tanggal 22 April tadi.

Tetapi tetap saja, di lingkungan tempat saya tinggal, hari itu berlalu seperti biasanya. Mungkin tidak banyak sampah plastik di jalanan, mungkin tidak banyak polusi karena asap pabrik tapi tetap saja, hari berlalu seperti yang lalu, panas, memusingkan dan melelahkan. Mungkin memang hari-hari tertentu tidak perlu diperingati ataupun untuk sekedar diingat. Mungkin begitupun dengan hari bumi. Tidak peduli tanggal berapapun hari itu diperingati, tidak ada bedanya, bumi sudah semakin renta, rapuh dan tidak berdaya. Kita telah dengan angkuh mengeksploitasinya, memperdayainya, menghisap saripatinya tanpa berpikir apa yang terjadi jika semuanya telah habis, bagaimana kita hidup. Mungkin pertanyaan yang harusnya dipertanyakan adalah, apabila bumi sudah tidak memiliki apa-apa lagi, bagaimana mungkin kita mengubah kebiasaan kita yang telah mendarah daging, diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya, dikekalkan dari satu jaman ke jaman lainnya, kebiasaan yang seenaknya, kebiasaan tidak mempedulikan apa yang terjadi kelak karena yang penting adalah sekarang.

Sekarang adalah sekarang adalah sekarang. Kelak, biarlah datang kemudian, segala sesuatunya bisa dipikirkan nanti. Kalau bisa ditunda sampai esok hari kenapa harus membuat diri pusing hari ini, iya kan? Toh sudah banyak yang bilang bahwa kesadaran yang tiba-tiba tentang bumi pada hari ini seharusnya dilakukan berpuluh tahun yang lalu. Bagaimana kita dapat mengembalikan apa yang telah hilang puluhan tahun lalu pada hari ini. Bagaimana mungkin kita mengejar ketinggalan itu. Untuk hal yang satu ini mungkin lebih baik berbuat sedikit daripada tidak sama sekali.

Namun kita dihadapkan kepada jutaan bahkan ratusan juta orang pesimis, orang-orang praktis dan para pelaku bisnis yang tidak percaya bahwa melakukan sedikit hal bisa membantu banyak. Bagi orang-orang ini, daripada membuang banyak waktu dan pikiran serta tenaga untuk hal-hal yang mereka anggap tidak berguna maka lebih baik tetap melakukan apa yang selama ini dilakukan tetapi hidup mereka lancar saja (setidaknya untuk masa ini). Tapi ada juga orang-orang yang terlalu penat untuk memikirkan bumi karena perut mereka terlalu lapar, anak-anak sakit sementara kepanasan dan kehujanan. Bagi mereka, apalah artinya kepedulian untuk bumi sementara hidup mereka di bumi inipun tidak dapat disebut enak bahkan jauh dari standar layak.

Begitulah, kita tidak bisa menarik garis tegas antara benar dan salah dalam hal ini, maksudnya sikap dan perilaku orang-orang yang kurang berpendidikan dan berpenghasilan rendah ketika mereka tidak peduli terhadap lingkungan. Mungkin garis tersebut dapat ditarik untuk mereka yang telah berpendidikan lebih baik dan berpenghasilan lebih tinggi; orang-orang yang dengan tanpa segan dan berpikir panjang dengan mudah "membuang" uang untuk sesuatu yang sepertinya sayang untuk dibeli kalau dilihat dari kacamata si miskin; orang-orang yang sebenarnya secara akademik sangat pandai tetapi tidak bijak secara perbuatan; orang-orang yang terlalu menggampangkan segalanya dengan alih-alih uang; orang yang memiliki segalanya tetapi berbuat seenaknya untuk hal apa saja; orang-orang yang, secara sederhana bisa dikatakan menyebalkan, menjengkelkan, mengecewakan, memalukan.

Bumi, mungkin itulah gambarannya selalu sampai akhir jaman nanti. Ketika ada orang miskin, orang kaya pun banyak juga; ketika ada yang mati kelaparan, tidak sedikit yang berlimpah harta; ketika ada yang percaya bahwa kebiasaan buruk harus dihentikan, tidak sedikit juga yang mempercayai dan melakukan sebaliknya. Seperti siang berganti malam dan panas berganti hujan, mungkin begitulah gambarannya. Bagaimanapun tidak akan ada yang berjuang untuk bumi ini kalau semua orang sudah tahu apa yang harus dilakukan, memang perlu setitik noda hitam untuk menyadarkan kita bahwa ada yang harus dilakukan.

Selamat hari bumi 2009

Kecewa

Ada banyak alasan kenapa orang jadi merasa kecewa, tidak mendapatkan pesanan dengan cepat waktu di restoran, nunggu bis kelamaan padahal sudah hampir telat, sudah antri tiket kereta dari pagi giliran sudah di depan counter tiket sudah habis, tidak diijinkan keluar malam, diputus pacar, mungkin intinya tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Yang menarik diamati bukan bagaimana orang kecewa tapi justru bagaimana mereka mengekspresikan kekecewaan itu. Ada teman yang menggunakan kata "kecewa" atau "chewah" menjadi semacam kata "halah", jadi sering dengar kata ini diucapkan.

(1) Ada yang marah-marah di tempat ketika apa yang dicari atau diinginkan tidak didapat. Begitu diberitahu, orang tersebut akan melotot dan berteriak-teriak, mencaci maki berusaha mendapatkan alasan dengan pertanyaan yang diutarakan keras-keras (walaupun ada juga yang cukup berteriak kemudian pergi karena kesal). Kalau sudah begini, biasanya kalau tidak adu mulut berkepanjangan, jadinya malah berkelahi secara fisik, kemudian salah satu cedera, yang paling fatal salah satu atau malah dua-duanya meninggal. Kalau gini kejadiannya, komentarnya mungkin, "what a wasted life!" (yang ini sinetron banget)

(2) Kemudian ada juga yang dengan aktif menumpahkan kekecewaan tersebut dalam bentuk tulisan. Dari grafitti di dinding-dinding kota yang mungkin bertuliskan, "A - B" (A dan B nama orang dan tanda strip itu diganti gambar hati yang retak, oohh tragisnya); atau bisa juga dengan menghabiskan satu buku harian untuk menulis kronologis kejadian, mencoba menganalisa apa yang salah, mencari pembenaran bahwa si penulis ada di pihak yang benar dan semua kesalahan adalah milik orang lain selain dirinya. Ada juga yang tiba-tiba tekun di depan komputer/laptop menulis berbyte-byte dokumen padahal biasanya rajin main games komputer. Yang sekarang kebanyakan rajin mengungkapkan perasaan dengan meng-upload "cerita tragis"nya ke internet, membuat blog, mencari sebanyak mungkin pendukung sehingga terkurangilah kekecewaannya. Yang terakhir ini sedang nge-tren. (yang ini kreatif banget)

(3) Tapi, ada juga yang diam dalam kekecewaan. Begitu tahu apa yang diharapkan tidak diperoleh, orang itu cuma diam, memendam untuk diri sendiri, tidak seorangpun boleh tahu. Semua orang tahu ketika menemukan tubuh kakunya menggantung di salah satu tiang di salah satu kamar di rumahnya atau rumah kontrakan atau rumah kosnya. Tapi tidak semua yang diam memilih cara tragis ini, ada yang tetap diam dan berlaku seolah-olah tidak ada apa-apa dan hidup berjalan seperti biasa, prinsipnya hanya dia dan Tuhan yang tahu. (yang ini tragis bin ironis banget)

Mungkin saya menulis ini karena kecewa dan karena sok kreatif (lihat no. 2) sehingga mencoba mencurahkan kekecewaan saya itu (walau saya sendiri tidak tahu kenapa saya tiba-tiba menulis ini). Atau saya sok-sok kaya para antropolog yang suka menganalisa perilaku manusia? Atau memang saya sedang tak ada kerjaan sehingga hal yang gak penting begini dipermasalahkan. Ya, untuk kali ini biarlah saya dan Tuhan yang tahu ... (yang ini terkesan sok relijius...)


Sunday, April 19, 2009

Yang Tak Pernah Lekang oleh Waktu

Apakah itu?

Ada iklan yang bilang "diamonds are forever". Tapi sebenarnya apa sih forever itu? Klo politisi sedang kampanye mau cari masa untuk menyaingi penguasa akan bilang, "tiada yang abadi selain perubahan itu sendiri, saatnya untuk berubah." Tetapi klo pernyataan politis begini biasanya tidak akan kekal, sebentar juga hilang dan akan muncul yang baru sesuai kepentingan. Jadi, apa itu yang abadi? Klo Anda tanya ke orang yang sedang dimabuk cinta, mungkin dia akan menjawab, "cinta itu yang abadi." Tidak salah menjawab demikian, hanya saja ada pertanyaan selanjutnya seperti, "cinta siapa yang abadi?"

Adalah Ryan, the notorious serial killer yang katanya barusan mengeluarkan album. Klo menurut berita2 yang saya baca, dia itu semasa masih bersama orang tuanya (waktu bebas dulu), sering memperlakukan orang tuanya secara kasar. Mungkin karena anak semata wayang maka dia selalu ingin mendapatkan apa yang dia mau. Tapi terlepas dari itu, sebenarnya dia tak ada hak untuk berlaku begitu. Tetapi lihatlah sekarang ketika dia dipenjara, siapa yang dengan tabah mendampinginya, mendoakannya? Tidak lain ya orang tuanya itu. Menurut berita yang saya baca juga (was it di Detik.com atau Kompas.com ya?), orang tuanya dengan serba keterbatasan selalu berusaha mendampinginya sewaktu sidang, membawakannya makanan, berdoa untuknya, berupaya agar dia tidak dihukum mati. Walaupun mereka tahu dia salah tetap saja mereka berusaha agar anaknya diberi keringanan hukuman.

Mungkin itulah yang tak lekang oleh waktu, bahkan ketika orang yang disayang dalam kondisi yang terburuk, dalam keadaan yang paling tidak menguntungkan, orang tua tetap berusaha ada disana untuk memastikan anaknya baik2 saja. Yang saya banyak dengar dan lihat di infotainment, ketika orang yang pernah disayang sepertinya sudah menjadi begitu membosankan, maka terjadilah putus cinta, perceraian dan lain2. Tetapi saya tidak menulis ini untuk mengkritisi keputusan2 tersebut, hidup adalah pilihan. Siapa tahu walaupun berpisah mereka masih saling menyayangi, agar mereka tidak saling menyakiti lagi, mungkin demikian kenapa keputusan berpisah diambil. Tapi keputusan ini tidak diambil oleh orang tua Ryan, dan mungkin oleh banyak orang tua lainnya ketika anak mereka dalam bahaya, dalam titik terendah kehidupan mereka, orang tua ada disana, walaupun tidak secara fisik tetapi dalam doa, dalam pengharapan mereka selalu ada.

Mungkin benar kesimpulan yang selama ini saya ambil, bahkan orang yang dianggap paling jahat, dianggap paling tidak berguna, paling dibenci, paling sering dicaci maki, yang mungkin dikatakan paling pantas mati, memiliki orang2 yang peduli dan menyayangi mereka, orang2 yang tidak pernah berhenti berharap yang terbaik, berdoa dengan sungguh2 supaya mereka diselamatkan, orang2 yang akan menitikkan airmata apabila mereka disakiti, orang2 yang akan menuntut apabila mereka diperlakukan dengan tidak adil. Begitulah kira2 mungkin yang selalu akan ada sampai kapanpun ...