Pagi ini saya membaca salah satu artikel di thejakartapost.com, selain berita tertembaknya Presiden Timor Leste, Ramos Horta oleh kelompok pemberontak Alfredo Reinado. Ini mengenai "pencurian" kekayaan alam kita, lagi2 nama salah satu kopi yang kita ekspor dipatenkan bangsa lain. Tetapi untuk saat ini bukan
Kopi yang namanya dicatut adalah kopi Gayo. Menurut artikel tersebut, kopi jenis ini hanya tumbuh di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Rachim Kartabrata dari Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) menyatakan bahwa Perusahaan
Tapi, lagi-lagi orang Belande itu kok ya ndak berpikir panjang, mana ada kopi dari Belanda namanya Gayo, yang jelas2 nama Aceh. Eh, tapi kopi tumbuh ndak di Belande? Jangan2 mereka cuman beli dari negara lain trus dilabeli "Gayo" trus diekspor ke mancanegara. Haduh, yang satu ini lebih parah lagi. Tidak kreatif sekali kumpeni2 itu. Sudah menjajah selama beratus2 tahun, bukannya berpikir ganti rugi malah menimbulkan kerugian lebih besar. Yah, tapi mana ada sih bangsa penjajah yang mau mikirin negara jajahan, apalagi mereka sudah tidak dapat memeras jajahannya.
Mustinya kita belajar dari kesalahan, bagaimana caranya melindungi apa yang kita punya, salah satunya ya mematenkan produk2 kita. Saya dengar memang mahal awalnya, tapi pada akhirnya kita sendiri yang diuntungkan. Cuman, karena kita ni ada "tradisi" menggunakan barang2 bajakan (contoh dvd film bajakan) – "kita" dari artinya juga termasuk saya loh hehe – maka hak paten tentu seringkali kita abaikan. Bahkan tidak sedikit yang belum mengerti hak yang satu ini. Kita sering merasa memiliki, cuman jarang menerima konsekuensi bahwa memiliki berarti juga merawat, menjaga …
Begitulah, jika suatu saat nanti ada produk atau kesenian
No comments:
Post a Comment