Friday, December 21, 2007

'Are You Malaysian?'


Saya sudah terhitung hampir setahun di negeri kangguru ini. Ya, kalau mau dihitung secara pasti, begini perinciannya, saya datang tanggal 18 Januari 2007, berarti sisa bulan Januari tahun yang sama yang saya lewati disini, terhitung dari 18 Januari adalah 14 hari. Kemudian saya melewatkan bulan Februari s/d November sampe penuh, itu berarti ada 10 bulan. Kemudian sekarang tanggal 21 Desember, berarti kira-kira keseluruhan waktu yang sudah saya lewatkan di negara ini adalah 11 bulan 5 hari.

Tapi tahukah Anda, sebagai orang yang asalnya secara geografis berada persis di utara Australia ini, saya tidak pernah di-acknowledge sebagai orang Indonesia. Bukan tidak pernah sama sekali, tapi setiap bertemu dengan orang, baik bule, maupun berwarna jika mereka sedang rajin basa basi dan mencoba menebak dari rimba mana saya berasal, pertanyaannya selalu, ‘are you Malaysian?’ Dan tentu saja jawaban saya selalu ‘NO!’ Sekali dua kali saya sih maklum, maksudnya penampilan saya memang membuat orang dapat segera menebak kalau saya Muslim, lah terus orang2 yang telah saya temui dan menanyai asal saya itu mungkin mengasumsikan kalau satu2nya negara di mana orang Islam tinggal ya Malaysia. Waktu saya mengatakan Indonesian, mereka paling cuman mengangguk2 saja.

Terus terang saya ya kecewa lah. Sebagai salah satu orang yang berasal dari negara yang begitu ditakuti akan menyerang Australia, ehh, la kok belum pernah ada yang menyebut nama Indonesia pada tebakan pertama. Kadang saya berpikir, apa ini karena mereka secara geografi a bit illiterate (mohon maaf kalau terlalu kasar), atau memang karena tidak mau peduli saja. Saya berani taruhan kalau jawaban saya Bali instead of Indonesia mereka akan segera berkomentar, ‘wahh, pulau yang indah, nice beaches, beautiful girls, bla bla bla…’ Saya yakin hampir semua orang Australia pernah ke Bali, tapi coba tanyakan ke mereka, berapa yang pernah ke Indonesia. Bukan apa2, tetapi saya percaya bahwa masih banyak orang sini yang menganggap Bali itu bukan bagian dari Indonesia, dan ternyata Malaysia lebih berjaya di sini. Yaa, setidaknya namanya lah.

Saya kadang heran, apa yang membuat orang Australia melewati Indonesia untuk kemudian ke Malaysia? Bahkan beberapa waktu lalu, saya dengan seorang teman sedang menunggu bus di halte dekat Fish Market. Kemudian ada seorang laki2 tengah baya mendekati dan menanyakan dari mana, trus dia menebak2 (lagi2) ‘dari Malaysia ya?’ Saya bilang tidak, trus dia mencoba menebak2 dan menyebutkan hampir semua negara anggota ASEAN, bahkan Myanmar! Well, untuk yang satu ini mungkin karena waktu itu sedang seru2nya para Bhiksu di negara tersebut melakukan protes. Kemudian dia bertanya, ‘trus sebenarnya dari mana?’ Saya bilang saja, ‘coba tebak lagi.’ Dia sudah merasa telah menyebutkan semua negara di Asia Tenggara. Kemudian ketika nama Indonesia muncul, baru dia bilang, ‘ooo, iya!’ Saya tidak tahu harus bilang apa waktu itu. Dia menunjukkan pengetahuan mengenai nama2 negara di Asia Tenggara secara memadai, tetapi dia telah melupakan negara yang paling besar di kawasan itu. Mungkin ini yang disebut,’gajah di pelupuk mata tidak tampak, tetapi kuman di seberang laut kelihatan,’ walau dengan konteks yang berbeda dari biasanya.

Kembali ke masalah Malaysia. Saya terus terang tidak memiliki teman Malaysia selama di Sydney ini, bahkan di Indonesia juga tidak. Satu2nya student Malaysia yang mengambil unit yang sama dengan saya, orangnya sombong nian. Bahkan melihat saya pun tidak. Walau saya sedang berbicara dengan salah satu student China sahabat karibnya (begitu saya menyebut hubungan mereka, melihat kedekatan mereka walau istilah ini hanya untuk memberi penekanan saja tanpa maksud menilai hubungan mereka), dan dia perlu berbicara dengan student China ini, menoleh ke saya pun tidak! Bilang maaf karena telah menyela apalagi, I was totally invisible!!! Mungkin cewek Malysia itu pandai nian, cerdas tiada tara, mungkin semua nilainya high distinction, tapi kelakuan kok ya tidak menyenangkan.

Hal ini tidak hanya saya yang merasakannya, teman saya juga begitu, bahkan pernah dia berkata, ‘huh kalau bule aja dijabanin giliran papasan dengan kita membuang muka.’ Ya begitulah kesan saya terhadap orang Malysia yang kebetulan satu kelas dengan saya ini, sungguh tidak menyenangkan. Yang lebih tidak menyenangkan lagi, waktu teman China tersebut menanyakan pada saya tentang kabut asap, pembalakan liar di Indonesia, ketika saya coba jelaskan kalau kabut asap itu kebanyakan berasal dari pembukaan lahan, dia nyeletuk, ‘tapi teman dari Malaysia bilang tidak begitu.’ Ya, saya tahu yang dia maksud teman Malaysia itu. Saya tidak tahu apa yang dikatakan si Malaysia itu, tapi bahwa asap terjadi sebagian besar karena pembukaan lahan itu ada datanya dari Walhi. Kalau mau diterusin, siapa coba yang membiayai pembalakan liar di Indonesia, cukong Malaysia! Trus siapa yang ngaku2 kayu ramin yang diselundupkan dari Indonesia sebagai Malaysian origin. Tapi untuk yang satu ini sudahlah, kita tahulah siapa2 yang suka ngaku2 milik orang lain bahkan yang jelas2 berbeda dari apa yang mereka punya sekalipun. Jadi, kalau mengingat orang Malaysia yang satu ini coba Anda bayangkan diposisi saya, dan ditanyai, ‘are you Malaysian?’ Mungkin secara emosional dan pake Bahasa Jawa saya akan menjawab, ‘Malaysia gundulmu!’ Tapi percuma, mereka tidak akan tahu, dan tidak mau tahu.

Tetapi, itu orang buruk yang saya temui. Saya pernah juga mengambil kursus singkat yang hanya memerlukan tiga pertemuan. Kebetulan ada dua orang perempuan Malaysia disitu. Tetapi mereka baik2 saja, tidak sombong, ya selayaknya teman satu kelas lah, ngobrol ini itu. Bahkan mereka sempat mengutarakan kekaguman pada bintang sinetron Ari Wibowo. Bukan karena mereka kagum pada salah satu bintang Indonesia, tetapi lebih kepada acknowledgment mereka bahwa ada orang lain di kursus itu yang kebetulan satu kelas, yaitu saya sehingga ya, kalau bertemu setidaknya menyapa, itu yang membuat saya merasa, kedua orang itu tidaklah sombong.

Ya memang, tidaklah bisa kita menilai suatu bangsa karena perilaku satu warganya, itu generalisir yang keterlaluan. Akan tidak adil juga kalau saya mengatakan orang Australia ini pengetahuan geografinya parah hanya karena beberapa saja yang tidak tahu di utara benua mereka itu ada Indonesia, dan Bali adalah bagian dari Indonesia. Atau, tidaklah bijaksana kalau saya katakan orang Malaysia itu sombong hanya karena satu orang saja yang berperilaku buruk. Cuman, tetap, saya capek harus mengoreksi tebakan mereka dari mana saya berasal. Tetapi saya tentu tidak mau meng-iyakan begitu saja. Masih ada sekitar seminggu lagi saya disini, dan saya harap no more ‘are you Malaysian?’

1 comment:

DESITA said...

Ah, are you Indonesian? Nak balik Indon ke? Bila?