Tuesday, December 25, 2007

Natal di Sydney


Saya memang tidak merayakan Natal, tetapi di manapun itu, seingat saya, belum pernah sekalipun melewatkan diskon dalam rangka hari tersebut. Tetapi ini bukan masalah diskon untuk menyambut Natal, yang kalau di Sydney, dan mungkin di Australia pada umumnya akan sangat terasa. Tetapi ini mengenai pengamatan saya tentang bagaimana orang2 sini melewatkan hari yang sakral untuk umat Kristiani tersebut.

Kalau masalah dekorasi, giat nian mereka memasangnya, bahkan sejak jauh2 hari. Seingat saya waktu itu masih bulan November, rasanya baru beberapa hari saya menyerahkan tugas2 kuliah saya. Pusat perbelanjaan maupun kantor bahkan beberapa pusat keramaian lainnya sudah penuh dengan dekorasi warna warni. Penyalaan lampu di pohon natal pun sudah sejak jauh2 hari. Bahkan orang2 di sekitar saya, dari pembicaraan mereka, tanpa bermaksud menguping pembicaraan orang lain, sudah membicarakan kado natal.

Kemaren, tanggal 24 Desember yang nota bene malam Natal, saya sedang berada di salah satu restauran di daerah the Rocks. Di meja sebelah kami, duduk beberapa orang yang sebelum pesan makanan sudah sibuk tukar menukar kado. Waktu itu saya pikir, begini kali ya orang2 sini melewatkan malam Natal. Waktu itu masih siang, sekitar jam 3an. Kemudian malamnya, ketika saya pulang dari acara salah seorang teman, pusat kota terlihat sangat ramai. Banyak sekali orang yang keluar dengan pakaian pesta mereka, dan memenuhi jalan2 Sydney. Kerumunan orang umumnya terpusat di beberapa pub di sepanjang jalan utama. Dengan memakai topi merah Santa Klaus, segelas bir atau anggur atau apalah minuman itu di tangan, mereka memenuhi klub2 malam Sydney.

Saya memang bukan orang Nasrani, tetapi setahu saya, di malam seperti itu teman2 saya yang merayakan, di Indonesia, sedang sibuk2nya di rumah, makan malam dengan keluarga atau siap2 mengikuti misa malam Natal. Sebenarnya ada beberapa gereja di sepanjang George Street, tetapi, kerumunan orang malah terlihat banyak di sekitar klub malamnya. Waktu itu saya pikir mungkin mereka misa-nya paginya kali yaa. Ternyata pagi tadi saya keluar, jalanan sepi. Hari ini, 25 Desember memang sebagian besar toko tutup, baru buka besok pagi untuk apa yang mereka namakan boxing day.

Tetapi sekali lagi, ini pengamatan saya sebagai pendatang yang membandingkan suasana Natal dengan yang ada di tanah air. Orang2 memang merayakan sebuah tradisi secara berbeda2 walaupun mungkin berasal dari tuntunan yang sama. Maksud saya, mungkin itu cara mereka mensyukuri hidup, tidak hanya dengan berdoa sepanjang malam, tetapi dengan bersenang2. Ini bukan masalah benar atau salah, tapi mungkin lebih kepada pilihan. Ketika orang2 di bagian dunia lain memilih gereja dan rumah sebagai tempat untuk merayakannya, mungkin orang2 sini beranggapan bahwa klub malam lebih tepat untuk itu. Saya tidak men-encourage Anda untuk berpikir bahwa setiap yang keluar dari klub malam mesti mabuk, tapi saya memberanikan diri untuk bertukar pandangan dengan Anda mengenai masalah ini. Mungkin karena rumah tidak dapat menampung banyak tamu, maka bertemu dengan kolega ataupun teman akan lebih leluasa di tempat umum, misal di klub malam. Tidak perlu menyediakan tempat, tinggal membelikan mereka minuman atau makanan gratis saja sebagai tanda terima kasih telah datang.

Itu saja menurut saya. Memang ‘lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya’, jadi saya tidak mau berprasangka. Walaupun terus terang prasangka buruk saya tetap ada. Tetapi biarlah hal itu cukup untuk saya saja. Untuk dibagi dengan orang lain saya hanya ingin Anda melihat hal ini dari sisi lainnya, bukan dengan stereotype klub malam = mabuk2an, tetapi coba kita renungkan sama2. Bisa jadi bagi mereka klub malam = tempat bersosialisasi. Siapa tahu lo, jika di antara pengunjungnya adalah politisi, kebijakan negeri kanguru ini mungkin dimulai dari perbincangan ringan di klub malam. Tidak semua yang berbau2 malam itu gelap kok, coba lihat saja lampu2 penerang jalan yang hanya menyala di waktu malam atau waktu mendung tebal, ndak gelap to ...

No comments: